Hanamasa Semarang Tutup: Nostalgia AYCE yang Terekam

Beberapa waktu lalu, (23/7), saat melintas di Jalan Atmodirono, kami dikejutkan oleh pemandangan yang tak biasa: gedung Hanamasa Semarang yang dulu ramai kini sepi, dengan spanduk “Jual/Sewa” terpampang di depannya. 

Restoran All You Can Eat (AYCE) yang pernah jadi primadona kuliner di kota ini resmi menutup pintunya. Nostalgia pun mengalir, membawa kami kembali ke masa ketika Hanamasa jadi tempat ngumpul bareng teman atau keluarga, ditemani aroma daging panggang dan hiruk-pikuk pengunjung.

Hanamasa pertama kali hadir di Semarang pada awal 2010-an, tepatnya di Jalan Atmodirono 1. Restoran Jepang ini membawa konsep AYCE yang menggoda dengan menu andalan yakiniku, shabu-shabu, dan robatayaki. 

Beragam pilihan daging segar, seafood, sayuran, hingga hidangan pelengkap seperti salad, dessert, dan minuman disajikan dalam suasana self-service dengan batas waktu makan 2 jam—ciri khas Hanamasa yang bikin pengunjung harus pintar atur strategi biar “balik modal.” 

Dulu, tempat ini selalu ramai, terutama saat jam makan siang, dengan pelayanan sigap dan suasana nyaman yang bikin betah. Sebagai pelopor AYCE di Indonesia sejak membuka cabang pertama di Jakarta pada 1987, Hanamasa punya nama besar. 

Nama “Hanamasa” sendiri, yang berasal dari bahasa Jepang—“Hana” (bunga) dan “Masa” (terus berkembang)—mencerminkan visi restoran untuk terus tumbuh dan berinovasi. Di puncaknya, Hanamasa memiliki lebih dari 25 cabang di seluruh Indonesia, dikelola oleh PT Trinugraha Thohir, bagian dari grup usaha keluarga Thohir. 

Namun, di Semarang, cerita Hanamasa harus berakhir. Kabar tutupnya Hanamasa Semarang mulai terdengar dari unggahan media sosial pada 12 Juli 2025. Ketika kami cek di Google, status “Tutup Permanen” sudah terpampang jelas. 

Namun, anehnya, akun Instagram dan Facebook resmi Hanamasa tak menyebutkan penutupan cabang ini. Mungkin, dengan puluhan cabang lain yang masih beroperasi, kepergian cabang Semarang dianggap tak terlalu berdampak. 

Tapi, bagi kami dan warga Semarang, kehilangan ini terasa personal. Persaingan ketat jadi salah satu alasan di balik penutupan ini. Semarang kini dipenuhi restoran AYCE baru dengan harga lebih bersahabat, sementara Hanamasa dikenal punya banderol yang cukup menguras kantong—terutama buat kami yang dulu harus pikir-pikir sebelum mampir. 

Kami sendiri pernah singgah ke sini, meski entah tahun berapa—ingatan itu agak buram, mungkin karena dompet kami tak selalu siap untuk petualangan kuliner semacam ini. Tapi, yang jelas, aroma daging panggang dan tawa di meja makan masih terbayang.

Gedung Hanamasa di Atmodirono, yang berdiri sendiri dengan desain khas ala restoran Jepang, kini hanya menyisakan kenangan. Bagi kamu yang pernah punya momen spesial di sini—entah ulang tahun, kencan, atau sekadar ngidam daging bakar—pasti ada sedikit rasa kehilangan. 

Kami sendiri membayangkan betapa epiknya jika bisa mengabadikan sudut-sudut restoran ini dalam lensa: meja kayu yang penuh piring, asap mengepul dari panggangan, atau deretan dessert yang menggoda. Sayang, kini hanya spanduk “Jual/Sewa” yang jadi subjek foto. 

Semarang terus berubah, dan dunia kuliner pun tak pernah berhenti berputar. Hanamasa mungkin telah pamit, tapi kenangannya tetap hidup di hati para penikmatnya. Kamu punya cerita apa di Hanamasa Semarang? 

Atau, ada rekomendasi tempat AYCE baru di kota ini yang wajib kami coba? Tulis di kolom komentar, dan mari kita jaga memori kuliner Semarang tetap berwarna!

Artikel terkait :

Komentar